Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) telah mengklarifikasi penyebab temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai 87,9 juta meter persegi ruas tol di Indonesia yang belum bersertifikat. Direktur Pengadaan dan Pendanaan Lahan LMAN, Qoswara memaparkan peran LMAN adalah mendanai pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional (PSN), termasuk jalan tol. Qoswara menegaskan bahwa begitu tanah tersebut sudah dibeli oleh LMAN, kepemilikannya secara otomatis menjadi hak negara.
“Sebelum tahun 2020, tugas LMAN termasuk melakukan pensertifikatan, namun setelah tahun 2020, kewenangan pensertifikatan dialihkan kepada instansi yang memerlukan tanah tersebut. Oleh karena itu, temuan ini muncul di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),” jelas Qoswara dalam Taklimat Media yang diadakan di Kantor LMAN, Jakarta Pusat pada Senin (28/8).
Qoswara menjelaskan bahwa proses pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional bersifat “cash and carry” di mana LMAN mendanai pembelian tanah. Kemudian, tugas negara adalah menjaga ketertiban hukum dan administrasi melalui proses sertifikasi. Ia menegaskan bahwa aset-aset tersebut seharusnya harus memiliki sertifikat, namun proses sertifikasi memerlukan klarifikasi yang menyeluruh. Oleh karena itu, waktu yang dibutuhkan untuk proses ini adalah hal yang wajar.
“Informasi yang kami terima baru-baru ini mengindikasikan bahwa pihak Kementerian PUPR telah berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk melakukan pensertifikatan atas aset-aset yang telah dibeli oleh LMAN dan kini menjadi aset negara di bawah Kementerian PUPR,” tambahnya.
Sebelumnya, BPK menemukan bahwa sekitar 87,9 juta meter persegi tanah pada 33 ruas proyek tol di Indonesia masih belum memiliki sertifikat. “Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan agar pemerintah melakukan pendataan, inventarisasi ulang, dan menyelesaikan proses sertifikasi tanah pada ruas jalan tol tersebut,” ungkap Ketua BPK Isma Yatun pada Selasa (20/6).